Oleh: Fadli Hakim Arisyi, Magister Hukum Kesehatan Universitas Gadjah Mada (UGM) Pembiayaan kesehatan selalu menjadi bahan pembicaraan yang mengenaskan bagi pelayanan Kesehatan bagi masyarakat, khususnya masyarakat miskin untuk memperoleh hak pelayanan sebagaimana tertuang dalam UUD NRI Tahun 1945. Sesuai dengan UUD Negara bertanggungjawab atas terpenuhinya hak masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Salah satu tanggung jawab negara dalam pelayanan kesehatan adalah menyediakan anggaran kesehatan dalam APBN dan APBD, sebagian tertuang dalam UU Kesehatan. Penggunaan anggaran tersebut dilakukan untuk penyediaan sarana dan prasarana kesehatan, penyediaan sumber daya manusia serta bantuan pembiayaan kesehatan bagi masyarakat tidak mampu. Pemerintah telah membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebagai lembaga penjaminan pembiayaan kesehatan untuk memenuhi dan mewujudkan hak bagi setiap warga negara dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak dan menjadi kewajiban pemerintah dalam menyediakan fasilitas kesehatan yang baik. Namun dalam praktek pelayanan kesehatan, masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan selalu ditanya tentang sumber pembiayaan, yaitu dana pribadi (umum) atau menggunakan BPJS. Fasilitas pelayanan kesehatan sah saja dalam mengajukan pertanyaan itu, namun pertanyaan ini memberikan dampak adanya diskriminasi pelayanan seperti ketersediaan fasilitas atau sumber daya oleh fasilitas pelayanan kesehatan. Salah satu diskriminasi pada fasilitas pelayanan kesehatan kepada pasien BPJS dan pasien umum, seperti pembatasan kuota dokter tertentu yang dapat melayani pasien BPJS, sistem antrian, ketersediaan kamar atau tempat tidur untuk rawat inap, dan prosedur lainnya yang menyulitkan pasien BPJS. Dengan adanya problematika masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan khususnya masyarakat tidak mampu, maka beberapa pemerintah daerah mempunyai program untuk membentuk badan atau unit pelayanan teknis penjaminan kesehatan bagi penduduk miskin untuk memperoleh pelayanan yang baik. Program penyediaan jaminan pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat, khususnya masyarakat miskin sering menjadi primadona bagi Calon Kepala Daerah atau calon legislatif untuk dijadikan janji politik di masa kampanye. Pada saat kampanye pemilihan kepala daerah atau calon legislatif, calon tersebut menjanjikan kesejahteraan kesehatan masyarakat dengan adanya pembangunan pelayanan kesehatan yang lebih baik dan mensejahterakan masyarakat dengan adanya program jaminan kesehatan untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan. Provinsi DI Yogyakarta telah dibentuk badan atau unit pelayanan teknis penjaminan kesehatan yaitu Balai Penyelenggara Jaminan Kesehatan Sosial (Bapel Jamkessos). Pemda DIY memberikan pelayanan penjaminan kesehatan melalui Bapel Jamkessos ini bukan merupakan skema pembiayaan jaminan kesehatan ganda seperti yang disebut pada Permendagri Nomor 33 Tahun 2019. Faktanya, masih terdapat masyarakat miskin dan marjinal yang tidak dapat mengakses sistem Jaminan Kesehatan melalui JKN dikarenakan adanya keterbatasan manfaat yang dibatasi atau tidak bisa diklaim seperti kaca mata, alat bantu dengar (hearing aid), alat bantu gerak (tongkat penyangga, kursi roda, dan korset) dan masih banyak juga pelayanan lain yang tidak bisa dijamin oleh BPJS. Sehingga Bapel Jamkessos diadakan untuk melengkapi pelayanan penjaminan agar lebih komprehensif dan menggantikan sistem jaminan pembiayaan kesehatan bagi masyarakat yang tidak mempunyai BPJS dan yang sudah mempunyai BPJS akan tetapi tidak bisa diklaim oleh masyarakat tersebut. Dalam penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan pada Permenkes Nomor 4 Tahun 2019, penekanan SPM berfokus pada pelayanan promotif (peningkatan) dan preventif (pencegahan), sementara program JKN berfokus pada kuratif (penyembuhan) dan rehabilitatif (pemulihan). Pada penerapannya daerah tidak perlu mengalokasikan anggaran pada pelayanan yang dibiayai oleh JKN. Pelaksanaan Bapel Jamkessos dalam menggantikan pelayanan jaminan kesehatan pada BPJS masih memberikan pelayanan jaminan kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif seperti pemberian obat dan rawat inap. BPJS diharapkan untuk fokus memberikan jaminan kesehatan secara kuratif dan rehabilitatif, sedangkan Bapel Jamkessos diharapkan untuk memberikan jaminan kesehatan secara promotif dan preventif dalam upaya agar jaminan kesehatan untuk masyarakat dapat tercapai pada seluruh aspek kesehatan dan mengubah paradigma masyarakat dari paradigma sakit menjadi paradigma sehat. Editor: Taufiq